Ilustrasi cahaya bintang pada malam hari (sumber: pexels.com) |
DI TENGAH keheningan, hawa dingin mulai menusuk tulang, aku duduk terdiam sambil mengerjakan tugas yang mulai menumpuk. Suara jam dinding menemani malam panjangku. Telinga dipasang headset tanpa ada lagu.
Tangan berhenti menulis, kepala sakit dan dada penuh sesak. Ah, suara itu terdengar kembali. Suara yang berasal dari kepalaku. Kutarik dan hembuskan nafas perlahan-lahan. Tak lama, kuambil kursi yang tadi dipakai, lalu naik dan membuka jendela dengan hati-hati. Hembusan angin menyapa dengan lembut menghilangkan suara bising. Malam yang terang karena bintang.
Bintang di langit malam tampak begitu indah. Dahulu, aku hampir percaya bahwa bintang itu muncul karena ada pesan rindu yang ingin disampaikan dari seseorang yang jauh dari alam semesta.
Bintang Memerlukan Waktu Panjang
Bintang memiliki jarak waktu yang tak sama dalam tata surya. Cahaya itu berasal dari inti bintang. Kemudian, kecepatan cahaya dalam ruang hampa sekitar 299.792 kilometer per detik. Artinya, semakin jauh bintang itu berada, semakin jauh pula waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke bumi. Jadi, bintang yang kulihat malam itu berasal dari masa lalu, entah puluhan, ribuan, atau jutaan tahun lalu.
Guru sekolahku pernah berkata, “Jika cahaya bintang itu membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat memancarkan keindahan, maka jangan sia-siakan hidup tanpa melihat gemerlap bintang dari masa lalu.”
Aku tak tahu berapa banyak bintang di sana karena keajaiban alam semesta tak bisa manusia ketahui. Namun, perjalanan waktu yang panjang itu mengajarkanku untuk tetap bertahan hidup demi esok.
“Selamat ulang tahun,” ucapku sembari memanjatkan doa kepada Sang Pencipta. Mari kembali pada kenyataan bahwa kebahagiaan masa lalu tak bisa diputar. Bagaimanapun aku di dunia tak sendiri, begitu pula dengan bintang.
Komentar
Posting Komentar